Saya tidak pilih-pilih teman, tapi…
Sebelum saya lengkapi kalimat di atas. Mungkin saya perlu cerita sedikit tentang teman-teman saya. Teman-teman pertama saya adalah dua pasang kakak beradik, Mas Dian & Dek Mitha dan Ainun & Fathonah. Saya senang bersama mereka dan andai saja teman-teman saya cukup mereka saja. Kenapa?
Teman-teman saya akhirnya bertambah karena saya sudah mulai sekolah dan tiap hari saya pergi ke masjid untuk belajar mengaji. Teman-teman saya tambah banyak. Tapi di situlah awalnya!
Teman-teman baru saya ternyata tidak sebaik empat teman pertama saya. Kebanyakan dari mereka suka menghina saya di depan orang banyak, terutama karena masalah fisik. Sepertinya apapun bisa jadi bahan hinaan, termasuk uang jajan saya yang cuma sedikit.
Saya diam saja ketika dihina. Sampai suatu hari saya tidak tahan lagi karena mereka mulai main fisik. Saya “mengamuk” dan menyebabkan empat orang teman dan kakak kelas saya tidak berani masuk sekolah selama 2 minggu. Sejak saat itu mereka tidak lagi berani menghina saya. Ah ternyata mereka cemen, beraninya nge-bully, pas diajak berantem sama satu orang aja kalah!
Tapi itu bukan akhir segalanya. Memasuki masa remaja dan awal usia dewasa, saya terbiasa dihina dan dipermalukan di depan banyak orang. Saya berusaha sekuat tenaga untuk menahan diri agar kejadian “mengamuk” tidak terulang. Saking kuatnya saya menahan diri, kadang badan saya gemetaran dan keringat dingin tumpah-ruah.
Tapi orang-orang lain mengira saya diam saja karena tidak berani. Mereka tidak tahu bahwa saya sedang semacam merapal mantra kayak tokoh film Frozen. Conceal… Don’t Feel… Don’t let them know. Be the good girl you always have to be.
Being bullied and shamed every single day was okay for me until….
Sampai saya merasa saya banyak berubah. Saya tidak lagi suka bercanda dan lebih pendiam. Saya lebih suka menghabiskan waktu sendirian di kamar. Teman-teman saya adalah temannya teman saya karena saya tidak suka berkenalan dengan orang baru yang tidak saya kenal sama sekali. Saya terlalu melindungi diri agar tidak lagi disakiti. Tapi anehnya, saya bertahan dengan pacar yang suka menyakiti. Mungkin karena saya hanya terlalu takut berkenalan dengan laki-laki lainnya.
Bertahun-tahun saya mencoba menyembuhkan diri. Setiap hari saya nyanyi bait lagunya LeAnn Rimes ini, “I will learn to let go what I cannot change. I will forgive what I cannot change. But I will change”.
I will learn to let go what I cannot change. I will forgive what I cannot change. But I will change.
Untung akhirnya datang era posting-posting blog dan ngetwat-ngetwit. Saya mulai berani berkenalan dengan orang baru lagi. Mulai datang ke acara-acara yang banyak orang baru di dalamnya, meski saya hanya berdiri di pojokan dan masih sulit untuk bilang, “Hai! Aku Tey, namamu siapa?” Karena saya takut tambah kenalan berarti tambah kemungkinan disakiti.
Saya punya beberapa sahabat dan bersama mereka saya merasa aman karena meskipun kami suka ejek-ejekan akrab, tapi mereka tidak akan menyakiti saya dengan menghina atau mempermalukan saya di depan umum dan menikmati keadaan waktu saat saya dipermalukan. Tidak. Saya yakin itu.
Bersama PakJay, saya merasa paling aman karena apapun yang terjadi akan ada yang belain saya. Kalau ada beliaunya, saya tidak takut punya kenalan baru. Tidak takut datang ke forum-forum asing penuh orang-orang baru.
Tapi tanpa PakJay atau sahabat-sahabat saya, belum tentu saya mau keluar rumah. Karena tidak semudah itu mengubah SOP Perlindungan Diri yang terlalu biasa saya lakukan hampir ¾ usia saya, hanya karena saya tidak ingin dihina dan dipermalukan di depan banyak orang.
Bullying & Shaming mungkin hanya hal sepele bagimu sampai kamulah korbannya
Sering saya dibilang anti-sosial (mungkin maksudnya asosial), sombong, atau tidak mau kenal teman lama dan tidak pandai bergaul. Maaf, saya hanya sedang melindungi diri. Saya tidak ingin dipermalukan di depan banyak orang (lagi). Saya tidak berniat buruk. Jika kita (masih) berteman, itu memang karena kamu sudah terbukti baik, dan saya percaya kamu.
Maaf, saya hanya sedang melindungi diri. Saya tidak ingin dipermalukan di depan banyak orang (lagi)
Saya tidak pilih-pilih teman, saya hanya memilih teman yang tidak berpotensi mempermalukan saya di depan banyak orang. Itu saja kok.
Kayak drama ya? Iya! Ya gitulah efek bullying & shaming. Bikin orang merasa dalam drama seumur hidupnya. Mudah? Mbahnya!!!
Catatan:
Featured image dari posting ini diambil dari https://catherinedowd.files.wordpress.com/2015/03/57279096a5fceb93fd899d70fd5b118b.jpg